PERANAN KOPERASI DALAM PENGETASAN KEMISKINAN di INDONESIA
I. REVITALISASI KOPERASI UNTUK PENGETASAN
KEMISKINAN
Di Indonesia, masalah kemiskinan bukanlah masalah yang
baru. Sejak bangsa Indonesia merdeka, menjadi cita-cita bangsa adalah
mensejahterakan seluruh rakyat Karena kenyataan yang dihadapi adalah kemiskinan
yang masih diderita oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Hampir setiap
pemimpin di Indonesia, selalu menghadapi kenyataan ini, meskipun bentuk
kemiskinan yang terjadi tidak sama di setiap era suatu pemerintahan.Pada
tanggal 12 Juli 2008 kita kembali memperingati hari koperasi yang ke 61.
Peringatan hari koperasi pada saat ini kita rayakan ditengah keprihatinan akan
masalah kemiskinan yang masih melanda sebagian besar masyarakat. Kemiskinan
ditengah ulang tahun koperasi merupakan kado ulang tahun yang sangat
memprihatinkan.
Di Indonesia koperasi diberi peran utama sebagai bagian
dari pembangunan dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Peran tersebut membuat
beban Koperasi Indonesia jauh lebih berat dengan koperasi-koperasi di negara
lain, karena Koperasi Indonesia mengemban misi kesejahteraan suatu negara,
bukan hanya menjadi bentuk suatu badan usaha semata. Kedua, koperasi mempunyai
peran agar jiwa dan semangatnya juga berkembang di perusahaan swasta dan
negara.Perbedaan peran koperasi Indonesia dan di negara lain terjadi karena
koperasi di Indonesia dilatarbelakangi oleh kondisi kemiskinan struktural yang
saat ini semakin diperparah dengan berlakunya pasar bebas.
Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat dan sokoguru
ekonomi nasional kian hari semakin pudar peran dan fungsinya dalam perekonomian
Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera
sebagaimana amanat UUD 1945. Pudarnya peran dan fungsi koperasi sebagai benteng
pembangunan ekonomi rakyat saat disebabkan koperasi mengalami krisis ideologi,
krisis identitas, dan krisis misioner yang menyebabkan koperasi mengalami
keterpurukan dan tidak mampu lagi sebagai media yang secara strategis untuk
menghimpun kekuatan ekonomi rakyat yang lemah dan kecil.
Koperasi saat ini telah dimasuki ideologi kapitalisme
yang telah mereduksi watak sosial koperasi. Koperasi bukan lagi sebagai lembaga
ekonomi yang berwatak sosial yang mengutamakan kesejahteraan dan kepentingan
bersama, tetapi telah menjadi lembaga ekonomi yang berorientasi bisnis murni
dan laba sehingga koperasi saat ini telah ditransformasi menjadi koperasi
kapitalistik yang tidak lagi mengenal watak aslinya yaitu mengutamakan
kepentingan bersama para anggotanya.Ibaratnya koperasi saat ini telah menjadi PT
yang bernama koperasi, yang lebih mengutamakan kepentingan para pemodal
daripada kepentingan dan kesejahteraan anggotanya.
Koperasi dalam wujud nyatanya sekarang telah menjadi suatu bidang usaha
yang sangat menguntungkan bagi para pemilik modal. Menjamurnya koperasi saat
ini utamanya koperasi yang bergerak dalam bidang usaha simpan pinjam menjadi
indikasi kuat betapa koperasi telah menjadi koperasi kapitalistik. Kenyataan di
lapangan banyak lembaga keuangan mikro yang “berbaju” koperasi yang sejatinya tujuan
dan misinya bukan untuk membantu meringankan beban dan mensejahterakan
anggotanya tetapi lebih untuk mensejahterakan para pemodal yang mensponsori
berdirinya koperasi tersebut.Akibantnya semakin banyaknya koperasi yang berdiri
saat ini tidak berbanding lurus dengan semakin meningkatnya kesejahteraan
rakyat dan tidak mampu menurunkan kemiskinan di Indonesia, karena manfaat
koperasi saat ini lebih banyak dirasakan oleh para pemodal daripada anggotanya.
Dari pemaparan mengenai kemiskinan struktural pada bagian
terdahulu maka secara umum kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang
disebabkan oleh sistem yang tidak adil dan tidak merata dalam memberikan
kesempatan dan akses bagi setiap masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Upaya
pengentasan kemiskinan struktural tersebut dapat menggunakan instrumen lembaga
yang bernama koperasi.Bibit koperasi di Indonesia sendiri tumbuh di Purwokerto
tahun 1896. Ketika itu seorang pamong praja bernama R. Aria Wiria Atmaja
mendirikan sebuah bank yang bernama Hulph-en Spaar Bank (Bank Pertolongan dan
Simapanan). Bank tersebut dimaksudkan untuk menolong para priyai/pegawai negeri
yang terjerat hutang pada lintah darat saat itu. Fungsi bank ini semacam
Koperasi Simpan Pinjam saat ini (Anoraga dan Widiyanti, 1995).
Koperasi sendiri pada hakekatnya berarti semua
perkumpulan dan semua pekerjaan yang berlaku atas dasar bekerjasama (Tohir
1955). Koperasi juga diartikan sebagai bentuk kerja sama di bidang
perekonomian, kerja sama ini karena adanya kesamaan jenis kebutuhan hidup mereka
(Anoraga dan Widiyanti, 1995). Sementara dalam UU No.25/1992 tentang
Perkoperasian, yang dimaksud dengan koperasi yaitu badan usaha yang
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
II. UPAYA PENGETASAN KEMISKINAN
STRUKTURAL MELALUI KOPERASI
· Pertama, ketersediaan insentif dan disinsentif.
Koperasi seperti yang diketahui menggunakan azas kekeluargaan dengan tujuan
utamanya yaitu menyejahterakan anggota.Dalam sistem perkoperasian karena
koperasi merupakan milik semua anggota, maka dalam pembagian hasil dikenal
dengan sistem Sisa Hasil Usaha (SHU). SHU yang berasal dari hasil usaha yang
diselenggarakan untuk anggota koperasi boleh dibagikan kepada para anggota
(Anaroga dan Widiyanti, 1995). Dalam UU Perkoperasian disbutkan bahwa SHU
setelah dikurangi dana cadangan, bagian terbesarnya dibagikan kepada anggota
standing sesuai dengan besaran jasa yang dilakukan.Sehingga melalui pembagian
SHU ini semua anggota dipastikan mendapatkan disinsentif masing-masing
berdasarkan jasanya seperti besaran simpanan. Sementara anggota yang merangkap
sebagai pengurus koperasi mendapat insentif atas jasanya. Sehingga ketersediaan
insentif dan disinsentif merupakan hak bagi setiap anggota koperasi. Apalagi
persyaratan untuk menjadi seorang anggota koperasi tidak sulit sehingga
memungkinkan setiap orang menjadi anggotanya.
· Kedua, SHU juga dapat menjawab variabel
distribusi aset produksi yang tidak merata. Aset produksi di dalam koperasi
pada umumnya merupakan simpanan-simpanan anggota sebagai modal dalam
mengembangkan koperasi. Mengingat koperasi sebagai persekutuan orang bukan persekutuan
modal seperti N.V. misalnya, maka dalam sifatnya koperasi tidak mengenal
istilah majikan dan buruh (Tohir 1955). Sehingga setiap anggota sama-sama
sebagai majikan juga sama-sama sebagai buruh.Akibatnya dalam distribusi aset
produksi semua anggota mendapatkan akses yang sama melalui sistem SHU walaupun
dengan nilai dan besaran yang berbeda. Bahkan Bung Hatta (1951) menyebutkan
bahwa salah satu tugas koperasi yaitu memperbaiki distribusi pembagian barang
kepada rakyat.
· Ketiga, variabel struktur ekonomi sosial
masyarakat. Variabel ini dapat menyebabkan kemiskinan jika keadaan ekonomi
sosial masyarakat di sekitar “si miskin” tidak memberikan kesempatan dan ruang
baginya untuk mengakses sumber daya ekonomi yang ada. Namun kehadiran koperasi
selalu sepadan dengan struktur ekonomi sosial masyarakat Indonesia. karena
koperasi merupakan bentuk ekonomi Pancasila yang notabene sebagai pandangan
hidup bangsa.Salah satu keadaan sosial ekonomi yang buruk penyebab kemiskinan
di Indonesia terutama di pedesaan yaitu masih maraknya sistem ijon. Sehingga
tugas koperasi juga menurut Bung Hatta (1951) yaitu menyingkirkan penghisapan
dari lintah darat. karena pengalaman di beberapa tempat ternyata kehadiran
koperasi sanggup membersihkan ijon.
· Keempat,
variabel kebijakan fiskal dan moneter pemerintah yang tidak berpihak pada
masyarakat kecil. Dilihat dari sumber modalnya, koperasi sesungguhnya tidak
begitu bergantung pada kebijakan ekonomi makro. Setidaknya ada tiga sumber
modal koperasi (Anoraga dan Widiyanti, 1995) secara umum yaitu
simpanan-simpanan anggota, dana cadangan dari hasil SHU dana dari luar
koperasi. Namun modal utama koperasi berasal dari para anggotanya dalam bentuk
pelbagai simpanan.Sehingga jika ada kebijakan moneter yang memicu inflasi dan
menyebabkan kenaikan harga barang, koperasi tidak begitu besar terkena
dampaknya karena koperasi bukanlah lembaga usaha kapital yang mengutamakan
modal. Melainkan lembaga usaha kerakyatan yang mengutamakan keanggotaan. Justru
dalam keadaan yang demikian tugas koperasi menurut Bung Hatta (1951) yaitu
memperbaiki harga yang menguntungkan bagi masyarakat.
Setidaknya
empat variabel penyebab kemiskinan struktural di atas dapat dientaskan melalui
penguatan lembaga usaha kerakyatan yang bernama koperasi. Sehingga masyarakat
yang menjadi anggota koperasi setidaknya lebih beruntung dengan pelbagai
kekuatan yang dimiliki oleh koperasi sebagai upaya keluar dari jeratan
kemiskinan.
KESIMPULAN
Menurut saya, kondisi
koperasi yang terjadi saat ini telah lama diprediksikan oleh para ekonom
gerakan ekonomi rakyat sejak diberlakukan Undang-Undang Koperasi No. 25 tahun
1992. Undang-undang tersebut menjadi salah satu legitimasi untuk membentuk
koperasi kapitalistik seperti saat ini. Undang-undang tersebut telah menjadi
alat bagi para pemodal untuk meraih keuntungan bisnis dengan memakai“baju”
koperasi. Undang-undang koperasi tersebut telah memasukan koperasi dalam
wilayah abu-abu (gray area) dalam dunia bisnis yang sangat menguntungkan bagi
para pemodal untuk mengambil celah (loop hole) atas status koperasi.Berdasarkan
UUD 1945 koperasi menjadi alat politik negara untuk menciptakan kesejahteraan
rakyat sehingga menjadi kewajiban negara untuk memberikan “fasilitas” kepada
koperasi. Fasilitas (preferensi) tersebut dimanfaatkan oleh para pemodal untuk
meraih keuntungan dengan mengeliminir kepentingan dan kesejahteraan anggota
koperasi karena koperasi telah menjadi badan usaha yang berorientasi bisnis
murni bukan badan usaha yang berwatak sosial.
Koperasi berdasarkan
watak dan ideologinya, sejatinya merupakan media yang sangat strategis bagi
pemerintah untuk memerangi kemiskinan di Indonesia yang semakin tinggi. Salah
satu faktor penyebab orang menjadi miskin adalah karena tidak memiliki aset
produktif yang dapat digunakan untuk menciptakan kemandirian ekonomi. Peran
koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional tidak hanya sekedar
meningkatkan pendapatan anggotanya tetapi juga harus mampu meningkatkan kepemilikan
aset produktif bagi anggotanya.
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar